MISI PROPHETIC DIALOGUE DALAM PARGODUNGAN HKBP: Merespons Oikumenisme Merawat Perdamaian

Penulis

  • Senada Siallagan STT HKBP Pematangsiantar

Kata Kunci:

Misi Prophetic Dialogue, Pargodungan HKBP, Oikumenisme

Abstrak

         Tulisan ini berusaha untuk mengeksplorasi signifikansi dan implikasi misi “Prophetic Dialogue” di Konteks HKBP dalam wujud Pargodungan. Jika “nubuatan” mengutamakan firman Tuhan dalam Kitab Suci dan tradisi, maka “dialog” menyoroti pentingnya perjumpaan manusia, agama dan budaya, yang saling menghormati. Kedua komponen itu diperlukan; dan kaitan “nubuatan” serta “dialog” bersifat dialektis. Hal ini tampak melalui sebuah konsep Pargodungan yang andil dalam proses pertumbuhan dan perkembangan HKBP sejak awal sejarahnya dan merupakan realisasi konkret untuk mendapatkan hamajuon bagi masyarakat Batak. Di atas lahan Pargodungon itu didirikanlah bangunan gereja, sekolah, poliklinik, dan rumah para pelayan. Bagian tertentu dari lahan dimanfaatkan juga untuk membuat “apotek hidup”. Sampai sekarang masih ditemukan lahan luas bekas Pargodungan dulu. Namun, fungsi Pargodungan itu mulai memudar. Dengan melihat kenyataan pergeseran jati diri tersebut, penulis tertarik untuk mengembalikan jati diri HKBP di bidang Pargodungon sebagai wujud konkret misi Prophetic Dialogue.

        Pargodungan merupakan sebuah respons gerakan Oikumenisme untuk merawat perdamaian sebagai perwujudan misi Prophetic Dialogue karena jemaat lokal dan warga Gereja, masih banyak yang belum menyadari dan memahami seperti apa keesaan Gereja dalam realitas keberagaman di Indonesia. Pentingnya Pargodungan sebagai sarana Prophetic Dialogue merupakan upaya menghadirkan Kerajaan Allah di bumi yaitu kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus (Rom. 14:17) dan mengaktualisasikannya di dalam kehidupan sehari-hari, baik secara individu maupun secara kolektif (jemaat lokal). Melalui Pargodungan, yang berjumpa antara sesama rekan pelayan, maupun sesama jemaat lokal diharapkan mampu menerapkan Prophetic Dialogue yang dianologikan sebagai taman. Hal ini dilakukan dengan “mendekati 'yang lain' melalui sikap awal memahami bagaimana Tuhan sudah hadir (berdialog). Kemudian, bersama-sama dengan umat, mengembangkan hubungan saling menghormati dan menyuarakan kabar baik untuk mengktualisasikan dan merelevansikan keesaan Gereja.

Unduhan

Diterbitkan

2024-09-01